Apa Kabar Wirausahawan Muda? Menuju Halal Lifestyle Di Indonesia
Sudah menjadi perhatian pemerintah untuk memperhatikan produk-produk halal yang memiliki nilai jual yang tinggi bagi masyarakat. Beberapa sektor yang memilki potensi merebut pasar internasional yaitu dibidang makanan dan minuman, fashion, kosmetik, farmasi, dan medical care. Sektor-sektor ini merupakan jenis usaha yang menjanjikan, utamanya bagi kalangan wirausahawan muda di Indonesia. Mengingat bahwa mulai saat ini mulai muncul kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi produk halal aman dan menyehatkan oleh masyarakat.Indonesia saat ini membutuhkan wirausahawan yang lebih kreatif dan mandiri. Menjadi wirausaha adalah cara strategis dalam mengatasi lapangan pekerjaan di Indonesia yang semakin sempit. Karena wirausaha seakan menjadi harga mati bagi negara dimanapun yang menginginkan kenaikan lavel menjadi negara maju
Selama ini yang kita ketahui bahwa negara muslim adalah jargon dari penerapan halal lifestyle dunia. Namun tidak kali ini, negara seperti Amerika Serikat, Prancis, German, dan Inggris sudah lebih dahulu mengenalkan konsep produk halal dan fashion muslim. Mengapa lifestyle ini menjadi primadona? Sederhananya ketika sesuatu itu dikatakan “Halal” tentulah bersifat baik, bersih, higienis dan yang paling utama dari segi kesehatan yang berakibat baik tentunya. Inilah yang menjadikan negara-negara muslim dan non muslim beramai-ramai berubah menjadi pusat halal dunia.
Lantas bagaimana dengan negara Indonesia? Sebagai negara penduduk Muslim terbesar di dunia. Dengan jumlah total penduduk sekitar 250 juta jiwa pada tahun 2016, dan 81 persennya merupakan penduduk muslim. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan halal lifestyle di dunia. Berbeda dengan Malaysia yang telah mengembangkan halal lifestyle lebih dahulu dengan jumlah penduduk muslim mereka hanya 64 persen atau 20 juta jiwa saja. Hal ini harus menjadi perhatian penuh, dan menjadi “pemicu” tersendiri bagi Indonesia agar berubah dan menjadi pusat halal lifestyle dunia sehingga tidak dikuasai oleh negara lainnya terlebih oleh negara-negara non muslim. Secara global, Indonesia saat ini berada pada pringkat ke-10 dalam industri dan pasar halal dunia. Didahului oleh Malaysia yang menduduki peringkat pertama dilanjutkan oleh Emirat Arab, Bahrain, Saudi Arabia, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, Jordan, dan Indonesia.
Pada 2015 tren konsumsi halal lifestyle meningkat tajam dan berkembang pesat dengan nilai perputaran ekonomi mencapai 1,8 triliun dollar AS, maka dari itu pada tahun 2020 perputaran ekonomi diperkirakan mencapai 2,6 triliun dolar AS. Penerapan sertifikasi halal pada produk dan jasa yang ditawarkan juga merupaan sebab tingginya permintaan masyarakat terhadap produk-produk halal. Sebagaimana yang tertuang pada UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang mengatur bahwa pada 2019 semua produk di Indonesia harus bersertifikat halal. Melalui UU JPH ini diharapkan bisa menjamin keamanan dan kenyamanan konsumen muslim dalam mengkonsumsi prouduk pangan. Seperti pada industri sektor makanan halal menurut berbagai sumber media diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,8 persen pada 2020.
Maka dari itu, Indonesia saat ini membutuhkan wirausahawan yang lebih kreatif dan mandiri. Menjadi wirausaha adalah cara strategis dalam mengatasi lapangan pekerjaan di Indonesia yang semakin sempit. Karena wirausaha seakan menjadi harga mati bagi negara dimanapun yang menginginkan kenaikan lavel menjadi negara maju. Menurut ahli kewirausahawan Mas’ud Machfoedz dan Mahmud Machfoedz bahwa wirausaha ialah seseorang yang mempunyai inovasi untuk mengubah kesempatan menjadi suatu ide yang bisa dijual, mampu memberikan nilai plus lewat usaha, biaya, waktu, dan kecakapan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan penelitian Jumlah wirausahawan di Indonesia saat ini baru mencapai 1,56 persen padahal standar bank dunia mensyaratkan 4 persen. Untuk menuju 2 persen masih dibutuhkan 1,7 juta pengusaha. Untuk menuju 4 persen Indonesia masih membutuhkan 5,8 juta wirausawan. Terkhusus 10 negara ASEAN, Singapura berada tingkat pertama 5,68 persen, Malaysia 5,23 persen, Thailand 4,64 persen, dan Indonesia masih 4,52 persen. Dari gambaran tersebut bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki dan Indonesia membutuhkan enterpreneur muda yang cerdas dan bersinergi.
Untuk itu, diperlukan perubahan pola pikir dan mental masyarakat untuk tidak hanya mencari pekerjaan tetapi terfokus pada membuka lapangan pekerjaan. Tentu perubahan ini tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat namun harus dilakukan dengan cara bertahap dan berkesinambungan.
Hal yang menjadi kendala seseorang untuk memulai berwirausaha adalah ketakutan akan rugi dan mengalami gulung tikar. Tidak sedikit pula berpendapat bahwa mereka tidak akan memiliki masa depan yang pasti. Bahkan, sebagian juga bingung harus memulai darimana usaha tersebut. Beberapa langkah awal dalam memulai berwirausaha adalah berani memulai, berani menanggung resiko dan tidak perlu takut akan kerugian. Sebagaimana yang dikemukakanoleh James Law (2008) bahwa the risk return trade off: we won’t take on additional risk unless we expect to be compesented with additional return. Seorang wirausahawan harus mampu menyusun rencana sekarang dan kedepannya sebagai pedoman dan alat kontrol baginya. Memiliki tanggung jawab terhadap aktivitas yang dilakukannya. Dan yang terpenting adalah wirausahawan harusnya memiliki etika moral sebagai benteng untuk berwirausaha agar mengasilkan kesuksesan yang diimpikan terkhusus pula dengan produk-produk halal yang akan menambah daya beli konsumen. Melihat dari realitas yang terjadi memunculkan suatu pertanyaan, Akankah produk mereka menyeimbangi persaingan dari negara-negara lainnya? Tentulah dengan strategi masing-masing pihak. Bagimana menyikapi dan mengaplikasikan dengan ide-ide kreatif agar produk-produk mereka dapat memiliki daya saing tinggi.
Ditulis oleh Maghfira Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam UIN Alauddin Makassar
0 Komentar