script> var linkMagzSetting = { menuSticky : true, relatedPosts : true, jumlahRelatedPosts: 4, relatedPostsThumb: true, infiniteScrollNav : true, tombolDarkmode : true, scrollToTop : true, fullwidthImage : true, bacaJuga : true, jumlahBacaJuga : 3, judulBacaJuga : "Baca Juga", showHideTOC : true, judulTOC : "Daftar Isi", tombolPesanWA : true, judulPesanWA : "Pesan via WhatsApp", nomorWA : 6285729848098, teksPesanWA : "Halo admin. Saya mau pesan", };
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Akad Hawalah


 Apa yang dimaksud hawalah?

Menurut bahasa, hawalah adalah al-intiqal dan al-tahwil berarti memindahkan atau mengoperkan, sedangkan menurut istilah berarti pemindahan piutang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain . Pada dasarnya, dalam kajian fiqh muamalah, hawalah dikenal sebagai akad yang memperbolehkan seseorang mengalihkan pembayaran utang miliknya kepada orang lain yang juga memiliki utang kepadanya. Sebagai contoh, misalnya A memiliki utang 50 ribu kepada B, sedangkan C memiliki utang 50 ribu kepada B. Maka pada kondisi tersebut, B boleh mengalihkan utangnya kepada C atau dengan kata lain menyuruh C melunasi utangnya saja langsung kepada A. Sebagai hasil akhir dari akad tersebut, maka masing-masing utang C dan B akan lunas dalam sekali kesepakatan atau sekali pembayaran.

Akad hawalah terjadi karena adanya unsur saling percaya diantara para pelakunya. Artinya, orang yang mengalihkan utang percaya bahwa yang menerima pengalihan utang akan membayar utangnya tersebut. Kepercayaan ini muncul karena yang menerima pengalihan utang juga memiliki utang kepada yang mengalihkan utang. Nah, karena penerima pengalihan utang juga menanggung utang, maka terdapat kewajiban baginya untuk membayar utang tersebut sebagaimana dia wajib membayar utangnya sendiri. Bahasa sederhananya, dengan menerima pengalihan utang dan membayarnya, maka utang si penerima pengalihan utang juga akan lunas. Kegiatan ini sama saja dengan dia membayar utangnya sendiri dan membantu orang yang memberinya hutang. Berdasarkan manfaat ini, maka jenis akad ini pada dasarnya adalah akad tabarru yang bertujuan untuk saling menolong untuk menggapai ridho Allah Swt .

Apa saja rukun dan syarat hawalah?

Hawalah dalam proses pelaksanaannya haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun hawalah sendiri ada tiga yang terdiri atas para pihak yang terlibat dalam akad hawalah umumnya terdiri dari, yaitu: (a). pihak berutang dan berpiutang yang akan mengalihkan utangnya (muhil), (b). pihak yang memberikan utang (muhal lahu) dan (c). pihak lain yang menerima pengalihan utang untuk dilunasinya (muhal ‘alaih), namun agar keabsahan akad hawalah dapat terwujud, maka masing-masing pihak harus memenuhi syarat sebagai subjek hukum . Syarat sebagai subjek hukum yang dimaksud misalnya telah baligh, sehat secara akal dan jasmani, dapat dipercaya, dan tidak terhalangi dalam melakukan kewajibannya. Adapun yang menjadi syarat umum akad hawalah antara lain:

Relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal-alaih, jadi yang harus rela itu muhil dan muhal. Bagi muhal alaih rela maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalihan hawalah. Ada juga yang mengatakan bahwa muhal tidak disyaratkan rela, yang harus rela adalah muhil. Hal ini dikarenakan Rasul telah bersabda, “Dan jika salah seorang di antara kamu di-hawalah-kan kepada orang kaya, maka terimalah”.

Samanya kedua hak baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya. 

Stabilnya muhal’alaih, maka peng-hawalah-an kepada seorang yang tidak mampu membayar utang adalah batal.

Hak tersebut diketahui secara jelas .

Bagaimana hukum hawalah?

Hukum hawalah adalah boleh. Ketetapan ini didasarkan pada hadits yang artinya, “Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan orang kaya merupakan perbuatan lalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang, maka hendaklah ia beralih (diterima pengalihan tersebut)” (HR. al-Jama’ah dengan lafal berbeda) . Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Berdasarkan hadits tersebut, Rasulullah Saw berkata bahwa jika seseorang yang berhutang mengalihkan hutangnya kepada orang yang lebih berkemampuan membayarnya, maka hendaklah ia menerima pengalihan tersebut dan menagih kepada orang yang dialihkan padanya hutang tersebut. Melalui cara ini, haknya untuk menerima pembayaran akan terpenuhi. 

Selain dari hadits, hukum hawalah disandarkan pula pada ijma ulama. Para ulama telah berkonsensus akan keabsahan hawalah karena ia merupakan proses pemindahan hutang dan bukan barang . Selain itu, akad hawalah telah dilakukan atau dipraktikkan oleh umat muslim sejak zaman dahulu dan tidak ada satupun ulama yang melarang atau mengharamkannya. Karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan ijma, hukum hawalah adalah boleh.

Apa saja jenis-jenis hawalah?

Jenis-jenis hawalah menurut mazhab Hanafi jika dibedakan berdasarkan objek terdiri atas dua jenis yaitu:

Hawalah ad-dain merupakan hawalah yang objeknya yaitu kewajiban membayar utang. Misalnya, A mengalihkan kepada B untuk membayar utang kepada C.

Hawalah al-haqq merupakan hawalah yang objeknya yaitu hak untuk menagih utang. Misalnya, A mengalihkan kepada B untuk menagih utang kepada C.

Adapun jika ditinjau dari sisi lain, hawalah dapat dibedakan atas dua lainnya yaitu:

Hawalah muqayyadah adalah pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua . Misalnya, A memiliki utang 100 ribu kepada B, sedangkan B memiliki utang 100 ribu kepada C. Nah, pada posisi ini, B memberikan hak kepada C untuk menagih utang kepada A sebagai ganti/pembayaran atas utangnya. 

Hawalah mutlaqah yaitu pemindahan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua. Misalnya, A memiliki utang 100 ribu kepada B, sedangkan B memiliki utang 100 ribu kepada C. Nah, pada posisi ini, B mengalihkan utangnya (kewajiban membayar utangnya) kepada A agar nantinya A membayar utang miliknya kepada C. Tanpa ditegaskan/dijelaskan lagi kepada C bahwa A membayarkan utang B karena memiliki utang terhadapnya.


Posting Komentar untuk "Akad Hawalah"