script> var linkMagzSetting = { menuSticky : true, relatedPosts : true, jumlahRelatedPosts: 4, relatedPostsThumb: true, infiniteScrollNav : true, tombolDarkmode : true, scrollToTop : true, fullwidthImage : true, bacaJuga : true, jumlahBacaJuga : 3, judulBacaJuga : "Baca Juga", showHideTOC : true, judulTOC : "Daftar Isi", tombolPesanWA : true, judulPesanWA : "Pesan via WhatsApp", nomorWA : 6285729848098, teksPesanWA : "Halo admin. Saya mau pesan", };
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Akad Isthisna


Apakah yang dimaksud isthisna?

    Isthisna secara bahasa (etimologi) berasal dari kata, “shana’a” yang artinya membuat. Kata ini lantas ditambahkan alif, sin, dan ta menjadi, “istashna’a” yang berarti meminta dibuatkan sesuatu. Artinya, kata isthisna berarti memesan atau meminta dibuatkan suatu barang. Sedangkan secara istilah (terminologi) istishna’ adalah suatu akad yang dilakukan seorang produsen dengan seorang pemesan untuk mengerjakan sesuatu yang dinyatakan dalam perjanjian, yakni pemesan membeli sesuatu yang dibuat oleh seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen . Jadi, dalam isthisna seorang calon pembeli meminta dibuatkan sebuah barang yang terlebih dahulu jelas spesifikasinya dalam awal akad, setelah itu baru pihak penjual membuatkan barang pesanan tersebut atau memesankannya ke tempat yang bisa membuatnya. Contohnya, si A ingin memesan lemari khusus kepada si B, karena segala spesifikasi telah jelas maka si B dapat memesankan lemari tersebut ke si C yang pandai membuat lemari. Atau misalnya, jika si B bisa membuat sendiri lemari tersebut maka dia boleh membuatnya. 

    Istishna’ merupakan kontrak penjulan antara pembeli dan pembuat barang . Inilah yang membuatnya sedikit berbeda dengan salam, yang mana salam merupakan akad antara penjual dan pembeli. Pada skema salam, barang sebelumnya telah ada pada penjual kemudian dijual kepada pembeli, sedangkan pada skema isthisna, barang belum ada dan baru akan dibuat ketika seorang calon pembeli memesan. Singkatnya, salam hanya jual-beli yang pengiriman barangnya ditangguhkan sampai waktu tertentu, sedangkan isthisna merupakan jual beli dengan cara memesan. Pada isthisna ini, pembayaran boleh di awal akad, dicicil, atau ketika di akhir akad pada saat barang telah jadi. Sedangkan salam hanya boleh dibayarkan di awal akad. 

Apa saja rukun dan syarat isthisna?

    Akad isthisna memiliki rukun dan syarat tertentu dalam pelaksanaanya. Adapun rukun dari akad isthisna antara lain: (a) produsen/pembuat barang (shaani) dan juga menyediakan bahan bakunya; (b) pemesan/pembeli barang (mustashni); (c) proyek/usaha barang/jasa yang dipesan (mashnu); (d) harga (tsaman); dan (e) shighat/ijab dan qobul . Sedangkan untuk syarat-syarat dalam akad isthisna dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli

Ridha/keralaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji. 

Apabila isi akad disyaratkan Shani' hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah 

Pihak yang membuat barang menyatakan kesanggupan untuk mengadakan/membuat barang itu 

Mashnu' (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya. 

Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara' (najis, haram, samar/tidak jelas) atau menimbulkan kemudratan .

Bagaimana hukum isthisna?

    Hukum isthisna adalah diperbolehkan. Ketetapan ini berdasarkan nash al-Quran, hadits, dan juga ijma atau kesepakatan para ulama. Hukum isthisna di dalam al-Quran disandarkan pada ayat tentang jual beli secara umum. Hal ini dikarenakan tidak ada ayat spesifik yang menjelaskan soal isthisna. Adapun ayat-ayat al-Quran yang menjadi landasan hukum isthisna antara lain terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 275 dan 282, dan an-Nisa ayat 29. Di dalam potongan surah al-Baqarah ayat 275 Allah Swt berfirman yang artinya, “.....Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat): ‘Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,’ padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.....”. Artinya, jelas bahwa jual beli itu berbeda atau tidak sama dengan riba dan karenanya Allah Swt memperbolehkan jual-beli dan melarang riba. Berikutnya, Allah Swt berfirman dalam surah an-Nisa ayat 29 yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا  

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

    Berdasarkan ayat tersebut, Allah Swt juga menyampaikan bolehnya jual beli yang disebutkannya sebagai tijarah (perniagaan) asalkan pelakunya saling suka sama suka atau ridha sama ridha. Setelah memberikan penjelasan syarat jual beli yaitu antaradim mingkum atau suka sama suka, Allah Swt juga berfirman dalam surah al-Baqarah tentang jual beli yang barang ataupun pembayarannya ditangguhkan itu boleh dilakukan asalkan dilakukan pencatatan yang baik. Allah Swt berfirman dalam potongan surah al-Baqarah ayat 282 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya... ”. Nah, selain dari Al-Quran, adapun hadits yang menyampaikan bahwa rasulullah Saw pernah melakukan isthisna yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya: 

    Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa rajaraja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau.” (HR. Muslim) 

Selain hadist yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut, terdapat  pula hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari. Hadits tersebut menceritakan ketika Rasulullah Saw memesan sebuah mimbar kayu. Hadits tersebut kurang lebih artinya:

    “Dari Sahal bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam menyuruh seorang wanita Muhajirin yang memiliki seorang budak tukang kayu. Beliau berkata kepadanya; "Perintahkanlah budakmu agar membuatkan mimbar untuk kami". Maka wanita itu memerintahkan budaknya. Maka ghulam itu pergi mencari kayu di hutan lalu dia membuat mimbar untuk beliau. “ (HR. Bukhari) 

    Berdasarkan hadits-hadits tersebut, tampak jelas bolehnya isthisna karena Nabiullah Saw juga pernah memesan cincin stempel berbahan perak dan sebuah mimbar kayu. Beliau juga menyampaikan dengan jelas bentuk cincin stempel perak pesanannya sehingga Anas RA bahkan seakan-akan sudah dapat melihatnya. Selain ketentuan dari al-Quran dan Hadits, sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-facto telah bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau ulamapun yang mengingkarinya . Adapun kaidah fiqh yang menyatakan, “Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya” juga berperan penting sebagai landasan bolehnya akad isthisna. Wallahu alam!


Posting Komentar untuk "Akad Isthisna"