script> var linkMagzSetting = { menuSticky : true, relatedPosts : true, jumlahRelatedPosts: 4, relatedPostsThumb: true, infiniteScrollNav : true, tombolDarkmode : true, scrollToTop : true, fullwidthImage : true, bacaJuga : true, jumlahBacaJuga : 3, judulBacaJuga : "Baca Juga", showHideTOC : true, judulTOC : "Daftar Isi", tombolPesanWA : true, judulPesanWA : "Pesan via WhatsApp", nomorWA : 6285729848098, teksPesanWA : "Halo admin. Saya mau pesan", };
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"BICARA ITU GRATIS" By Fadal Khalid Akramullah


    Saya heran mengetahui bahwa berbicara masih menjadi hal gratis di tengah sistem ekonomi kita yang dikendalikan oleh pasar. Pasti hanya tinggal tunggu waktu saja sampai ahli - ahli keuangan pemerintah menganggap kata-kata sebagai komodi lain dan mengenakan pajak atas setiap pembicaraan,

    Sebagai renungan, mungkin tidak jelek-jelek amat. Diam, lagi-lagi adalah emas. Saluran telepon tidak akan lagi disibukkan oleh para remaja. Antrean di bagian keluar pasar swalayan akan mengalir dengan lebih lancar. Pernikahan akan lebih langgeng karena pasangan muda tidak akan mampu membayar ongkos bantah- bantahan. Dan tentu melegakan bahwasanya basa-basi Anda akan cukup berkontribusi menambah pajak untuk memasok alat bantu dengar gratis kepada mereka yang bertahun-tahun tull. Hal ini juga akan menggeser beban pajak dari tukang kerja kepada tukang oceh. Tentu saja, kontributor terbesar untuk skema pajak yang hebat ini adalah para politikus itu sendiri. Makin banyak mereka berdebat di parlemen, makin banyak tersedia dana untuk rumah sakit dan sekolahan. Betapa memuaskannya gagasan ini.

    Meskipun kebebasan berbicara dianggap sebagai hak yang inheren, penting juga untuk menggunakan hak ini dengan tanggung jawab. Meskipun berbicara itu gratis, kata-kata dan tindakan kita dapat memiliki dampak yang besar pada orang lain dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, di tengah kebebasan berbicara, juga penting untuk menjaga etika berbicara dan memperlakukan orang lain dengan penghormatan dan empati.

    Terakhir, barang siapa mengatakan bahwa gagasan semacam ini mustahil untuk diterapkan, siapa yang mampu membayar ongkos untuk mati-matian memperdebatkan hal ini?


Posting Komentar untuk ""BICARA ITU GRATIS" By Fadal Khalid Akramullah"