script> var linkMagzSetting = { menuSticky : true, relatedPosts : true, jumlahRelatedPosts: 4, relatedPostsThumb: true, infiniteScrollNav : true, tombolDarkmode : true, scrollToTop : true, fullwidthImage : true, bacaJuga : true, jumlahBacaJuga : 3, judulBacaJuga : "Baca Juga", showHideTOC : true, judulTOC : "Daftar Isi", tombolPesanWA : true, judulPesanWA : "Pesan via WhatsApp", nomorWA : 6285729848098, teksPesanWA : "Halo admin. Saya mau pesan", };
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rahn


Apakah yang dimaksud rahn (gadai)?

Ar-rahn atau disebut juga gadai merupakan istilah yang secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa arab yang bermakna al-tsubut wa al-dawam yang artinya tetap dan kekal. Selain dari pengertian ini, rahn secara bahasa juga dapat bermakna al-habsu yang berarti penahanan. Sedangkan secara istilah (terminologi), akad rahn (zuhaili, bmi) menurut syara adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan yang memungkinkan untuk ditarik kembali . Artinya, rahn merupakan sebuah akad yang mana memungkinkan seseorang menahan barang milik orang lain sebagai jaminan atas utang orang tersebut. Adapun barang yang ditahan tersebut nantinya baru akan dikembalikan apabila hutang tersebut telah dilunasi. Misalnya, si A menahan mobil si B sebagai jaminan karena mengutang padanya sebesar 100 juta atau seharga mobil tersebut. Mobil tersebut nantinya akan dikembalikan setelah si A membayar utangnya.

Pada transaksi rahn, perlu dipahami bahwa barang yang ditahan hanya merupakan jaminan atas utang seseorang. Oleh karenanya, barang jaminan bukan menjadi tujuan orang yang memberi utang, hanya sebagai jaminan agar pemberi utang tenang atau dapat mempercayai si pengutang. Namun, jika pengutang tidak bisa membayar utangnya dan terpaksa barang yang ditahan yang akan dipakai untuk melunasinya, maka harga barang tersebut harus dihitung dan digunakan membayar hutang tersebut. Adapun jika terdapat lebihnya maka uang tersebut tetap menjadi hak dari orang yang mengutang. Contohnya, si A tidak mampu membayar utang sebesar 10 juta dan sepeda motor yang digadaikannya kepada si B harus digunakan membayar. Nah, karena harga motor si A sebesar 15 juta, maka 10 juta dari harga motor tersebut yang akan digunakan untuk membayar hutangnya kepada si B, sedangkan 5 juta sisanya masih menjadi hak dari si A.

Apa saja rukun dan syarat rahn (gadai)?

Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat). Rukun-rukun tersebut antara lain: 

Shigat (lafadz ijab dan qabul). 

Orang yang berakad (rahin/penggadai dan murtahin/penerima gadai). 

Harta yang dijadikan marhun.

Utang (marhun bih) .

Adapun syarat-syarat akad rahn dalam fiqh muamalah menurut Haroen antara lain sebagai berikut:

Pemberi (Rahin) dan penerima (murtahin) gadai baligh dan berakal, Hanafiyah kontradiksi persepsi dengan menyatakan: kedua belah pihak yang berakal tidak disyaratkan baligh tetapi cukup berakal saja. Oleh sebab itu menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh melakukan akad rahn, dengan syarat akad rahn yang di lakukan anak kecil yang sudah mumayyiz ini mendapat persetujuan walinya.

Syarat marhun bih (utang): wajib dikembalikan oleh penerima (murtahin) kepada pemberi (Rahin), utang itu dapat di lunasi dengan Kredit tersebut, dan utang itu harus jelas dan tertentu (spesifik). 

Syarat marhun (agunan) berdasarkan konsensus mayoritas Fuqoha harus bisa dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya utang, barang pegadaian harus bernilai dan dapat di manfaatkan sesuai ketentuan hukum Islam, agunan harus jelas dan dapat ditunjukkan, agunan milik sah debitor, barang pegadaian tidak terkait dengan pihak lain, barang pegadaian harus merupakan harta yang utuh dan barang pegadaian dapat diserah terimakan kepada pihak lain, baik materi maupun manfaatnya.

Berdasarkan pendapat Hanafiah menjelaskan dalam akad menjadi sah akadnya bilamana penerima (murtahin) mensyaratkan tenggang waktu utang telah habis dan utang belum di bayar, maka ar-rahn itu di perpanjang satu bulan. Atau pemberi (Rahin) mensyaratkan harta benda pegadaian itu boleh di manfaatkan. 

Berdasarkan pendapat Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbilah: syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka syarat itu dibolehkan, tetapi bilamana syarat itu bertolak belakang dengan sifat akad ar-rahn maka syaratnya batal .

Bagaimana hukum rahn (gadai)?

Hukum rahn terdapat dalam al-Quran, hadits, dan juga ijma para ulama. Di dalam al-Quran, Allah Swt berfirman terkait gadai dalam surah al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi:

۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِي ٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥۗ وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَۚ وَمَن يَكۡتُمۡهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٞ قَلۡبُهُۥۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ  

Artinya:

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.

Berdasarkan ayat tersebut, Allah Swt menyampaikan bahwa jika bermuamalah tidak secara tunai dan tidak pula menemukan seorang penulis, maka diperbolehkan untuk menggunakan barang tanggungan atau jaminan yang akan dipegang oleh pemberi utang. Juga, hendaknya untuk saling mempercayai dan menunaikan amanatnya dalam kegiatan muamalah tersebut. Selain berdasarkan al-Quran, ketentuan terkait bolehnya rahn/gadai juga terdapat dalam hadits yang artinya: Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi secara tidak tunai (utang), lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan gadaian berupa baju besi” (HR. Bukhari no. 2068 dan Muslim no. 1603) . Berdasarkan kisah Rasulullah Saw yang disampaikan istrinya tersebut, tampak jelas bolehnya rahn dikarenakan Rasulullah Saw juga melakukannya. Selain dari hadits tersebut, hadits lain yang menjelaskan bolehnya memanfaatkan barang rahn (gadai) yaitu hadits yang artinya: Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah saw bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari .

Selain al-Quran dan hadits, konsensus para ulama (ijma) telah bersepakat akan diperbolehkannya gadai (ar-rahn), meskipun sebagian mereka bersilang pendapat bila gadai itu dilakukan dalam keadaan mukim. Akan tetapi, pendapat yang lebih rajih (kuat) ialah bolehnya melakukan gadai dalam dua keadaan tersebut . Pendapat ini lebih kuat karena hadits yang disampaikan oleh istri Rasulullah Saw yaitu Aisyah radhiyallahu anha. Hadits ini diriwayatkan oleh periwayat hadits yang terjamin dan terpercaya yaitu Bukhari dan Muslim. Wallahu alam!


Posting Komentar untuk "Rahn"