WARISAN DALAM FIQIH MUAMALAH BY TIM FGD WARISAN
Pendahuluan
Masuknya ajaran Islam ke Indonesia melalui para saudagar dan pedagang dari Arab serta peran dakwah para wali turut memberi pengaturan kepada masyarakat mengenai berbagai syariat dalam kehidupannya, termasuk tata cara pewarisan menurut ajaran Islam. Pewarisan menurut Hukum Islam mengatur mengenai asas-asas pewarisan, syarat dan rukun waris, ahli waris, dan pengaturan mengenai besaran bagian warisan yang diterima ahli waris. Bersumber dari Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan ijtihad, pewarisan menurut Hukum Islam kemudian berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga diundangkannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai suatu penerapan hukum Islam di Indonesia, tidak terkecuali mengenai perwarisan.
Pembahasan
Dalam perspektif Islam, harta warisan merupakan jumlah total harta bawaan dan harta bersama setelah dikurangi untuk keperluan pewaris selama sakit, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang, serta wasiat pewaris. Menurut Anshori, jika dilihat dari aspek jenjangnya harta dalam perkawinan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu harta kekayaan, peninggalan, dan warisan. Harta kekayaan adalah seluruh harta yang dimiliki oleh seseorang secara pribadi dan atau secara bersama-sama ketika masih hidup. Harta peninggalan adalah seluruh harta benda yang ditinggalkan oleh orang yang me-ninggal dunia dan menjadi hak ahli waris. Adapun harta warisan merupakan harta sisa setelah diambil untuk berbagai kepentingan seperti biaya perawatan, penguburan jenazah, pelunasan utang, dan penunaian wasiat.
Adapun dalil mengenai pembagian harta waris telah dijelaskan dalam Al Quran surah An Nisa ayat 11:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَييْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Kasus
Hukum Islam sangatlah jelas dan rinci apabila ditelaah dan dilakukan dalam kehidupan sehari hari, mulai dari membuka mata pada saat bangun tidur, sampai pada saat hendak tidur kembali, semuanya telah diatur sebaik dan segeneral mungkin dalam ajaran Islam. Bahkan mulai pada saat manusia lahir sampai ajal menjemput pun memeliki aturan yang jelas, sama halnya ketika membahas mengenai warisan yang telah jelas hukumnya, baik itu hukum positif maupun yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam.
Yang menarik kemudian adalah, masih terdapat kejanggalan kejanggalan yang terealisasikan dimasyarakat khususnya di Indonesia. Namun sebelum membahas pada contoh kasusnya, perlu diketahui Kembali terlebih dahulu mengenai syarat syarat agar terpenuhinya warisan adalan:
1. Yang mewariskan harta telah meninggal, apabila orang yang akan mewariskan hartanya sudah koma atau sakit keras berkepanjangan, namun jika belum benar-benar meninggal, maka hartanya tidak boleh diwariskan. Status meninggal ini juga bisa dinyatakan oleh hakim. Sebagai misal, jika seseorang telah lama hilang dan tidak ada kabarnya, kemudian atas pengajuan pihak keluarga ke pengadilan, lalu hakim memutuskan bahwa orang tersebut meninggal dunia, maka setelah itu harta warisan boleh dibagikan.
2. Ahli waris masih hidup Jika yang mewariskan harta sudah meninggal dunia, maka yang berhak menerima warisan syaratnya harus dalam keadaan hidup. Setelah itu, barulah harta warisan bisa diatur pembagiannya.
3. Terdapat hubungan antara ahli waris dan pewaris harta Kewarisan dinyatakan sah jika terdapat hubungan antara si mayat dan ahli waris. Hubungan itu dapat berupa hubungan kekerabatan, pernikahan, atau memerdekakan budak (wala').
4. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan warisan.
Berdasarkan uraian penjelasan tersebut, hal yang terjadi di masyarakat ialah, masih saja terjadi hal hal penyelewengan dan menganggap warisan sebagai ladang profit, contoh kasus terjadi di Lampung yang dilansir dari Kompasiana seorang anak inisial E yang tega membunuh semua keluarganya dan menguburnya di septi tank agar dapat mengambil semua harta keluarganya, bahkan dalam kasus kasus lain, hubungan kekeluargaan seperti saudara adik kakak kandung masih sering ditemukan pertikaian sebab memperebutkan harta warisan.
Penyelesaian Kasus
Begitu pentingnya mendahulukan adab sebelum memberikan pengetahuan yang lain kepada seorang anak. Adab dan etika juga perlu diperhatikan seorang Muslim saat menuntut ilmu. Pepatah Arab mengatakan “Al adabu fauqol ‘ilmi” yang artinya adab lebih tinggi dari ilmu. Anak yang memiliki adab yang baik, akan berperilaku yang baik pula kepada orang orang disekitarnya.
Hukum warisan dalam Islam mengacu pada peraturan dan aturan yang mengatur pembagian harta benda dan properti seseorang setelah meninggal dunia. Hukum waris Islam didasarkan pada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad.
Syarat-syarat hukum waris dalam Islam melibatkan berbagai aspek, termasuk status hubungan keluarga, agama, dan beberapa faktor lainnya. Syarat utama dalam hukum waris Islam adalah kematian pemilik harta dan status Islam penerima waris.
Adapun rukun rukun kewarisan menurut Dr. Musthafa Al-Khin yaitu:
1. Terdapat orang yang mewariskan (Al-Muwarist) Orang yang mewariskan adalah si mayat yang memiliki harta warisan.
2. Terdapat orang yang berhak mewarisinya (Al-Warist) Orang yang berhak menerima warisan adalah orang yang memiliki hubungan dengan si mayat, baik itu hubungan kekerabatan, perkawinan, dan lain sebagainya.
3. Terdapat harta warisan (Al-Maurust) Rukun ketiga dari kewarisan adalah adanya harta yang diwariskan setelah kematian si mayat.
Kesimpulan
Siti Fadhilah Khaerani beranggapan bahwa penting untuk diingat bahwa implementasi hukum waris dapat bervariasi berdasarkan konteks budaya, negara, dan mazhab Islam. Hukum warisan dalam islam adalah suatu hukum yang harus dilakukan apalagi hukum tersebut dibuat untuk kemaslahatan bersama.
Indrika mendefinisikan mengenai warisan adalah perpindahan kepemilikan dari seorang yang sudah meninggal kepaha ahli warisnya yang masih hidup, baik kepemilikan berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, maupun hak-hak yang sesuai dengan shari’at. Pembagian waris dalam hukum Islam pun sudah dibagi berdasarkan ahli waris dan sudah ditetapkan besaran yang didapatkannya.
Sahrul Gunawan berharap bahwa negara yang memiliki dominasi agama Islam yang banyak bisa menjadi contoh yang baik kepada negara negara lain, sebab kasus kasus penyelewengan yang terjadi khususnya di Indonesia mengenai perebutan warisan adalah hal yang memalukan bagi negara Indonesia apabila diketahui oleh negara negara di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Assyafira, Gisca Nur. “Waris Berdasarkan Hukum Islam Di Indonesia.” Hukum Islam Dan Pranata Sosial Islam 08, no. 01 (2020): 68–86.
Prasetyo, Aji. “Peran Uang Dalam Sistem Moneter Islam.” Majalah Ekonomi XXII, no. 1 (2017): 104–10.
PENULIS
Andi Khaerunnisa Isman
Indrika
Sahrul Gunawan
Siti Fadhilah Khaerani
Posting Komentar untuk "WARISAN DALAM FIQIH MUAMALAH BY TIM FGD WARISAN"