MUI: Umat Islam Harus Kompak

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghimbau agar umat Islam bersatu dan kompak menghalau berbagai hinaan yang melemahkan Islam.
muslim harus bersatu
Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI, KH Cholil Ridwan menilai umat Islam sekarang ini sedang terpuruk. Pasalnya, umat Islam dunia yang jumlahnya besar ini, namun sayangnya lemah. “Ibarat orang kegemukan tapi jangankan bisa memukul musuh, bangun saja tidak bisa karena keberatan umat Islam ini,” kata Cholil kepada MySharing, saat ditemui di kantor MUI Jakarta, Selasa (27/1).

Ia mencontohkan, seperti halnya kasus Charlie Hebdo di Prancis pada awal Januari lalu yang menewaskan 12 orang. Menurutnya, kasus Charlie Hebdo itu bisa ditarik ke belakang, ketika zaman Khilafah Utsmaniyah, yang ketika di Paris pernah akan mengadakan ceramah yang mengina Nabi Muhammad SAW. Oleh Turki, Khilafah Utsmaniyah diperingatkan kalau jadi mengadakan ceramah, maka akan dikirikan tentara ke Paris. Lalu, Paris mengagalkan dan pindah ke Inggris. Namun, Inggris pun diancam oleh Turki. “Inggris pun tidak berani, karena waktu itu Turki kuat,” kata Cholil.
Begitu pula dengan kasus Salman Rushdie terkait novel karangannya “Ayat-ayat Setan” yang menuai kontroversi. Salman Rushdie difatwa mati oleh Imam Khomeini. Sekalipun belasan tahun Salman disembuyikan tapi fatwa ini masih tetap berlaku untuknya. “Sampai sekarang dia belum berani terlalu bebas,” ujar Cholil.
Ia pun menceritakan alkisah lagi, yakni pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada perempuan Muslim berkerudung membeli emas di toko pemuda Yahudi. Kemudian perempuan itu diolok-olok oleh pemuda Yahudi, kerudungnya disangkutkan ke paku. Sobeklah kerudungnya, dan perempuan ini malu karena auranya terlihat. Seorang pemuda Muslim yang lewat di toko tersebut melihat peristiwa itu. Lalu, ia masuk ke dalam toko dan membunuh pemuda Yahudi itu. Namun akhirnya pemuda Muslim itu pun dibunuh juga oleh pemuda Yahudi.
Sampailah berita ini pada Nabi Muhammad. Nabi tidak pakai musyawarah lagi, langsung mengirimkan tentara ke pasar itu. Pasar itu pun dibakar dan para pedagang Yahudi itu diusir dari Madinah. “Artinya tegas bahwa harkat martabat harga diri milik Allah SWT, milik Nabi Muhammad SAW dan umat Muslim,” kata Cholil.
Menurutnya, memang yang harus tegas itu adalah negara. Kalau tidak ada negara Islam yang kuat seperti Turki, dulu. Maka pribadi-pribadi dan kelompok kecil itulah yang mengeksekusi Charlie Hebdo. Dan itu tidak dibenarkan dalam Islam. Yang harus tegas dalam kasus penghinaan terhadap Nabi Muhammad yakni negara Islam. Namun sayangnya, tegas Cholil, negara Muslim, Arab Saudi saja di bawah pengaruh Amerika Serikat, begitu pula dengan negara Kuwait dan Uni Emirat Arab.
Bahkan tambahnya, ketika Mesir di kudeta oleh militer partai oposisi, Arab Saudi malah mendukung pemberontak. Padahal aksi kudeta itu banyak umat Muslim yang terzalimi. Begitu pula dengan koran sekuler kiri Turki yang mencetak empat halaman edisi baru Charlie Hedbo bergambar kartun Nabi Muhammad SAW bertulisan Jus est Charlie artinya ‘Saya adalah Charlie’. Di atas gambar ini ada tulisan yang berbunyi Tout est Pardonne artinya ‘Semua dimaafkan.
Menurut Cholil, di sinilah kelemahan umat Islam dunia terbuktikan.”Kalau kompak 10 negara Islam saja untuk menentang itu. Mereka pasti nggak berani menghina Islam,” tegasnya.

Seperti Pilpres yang dimenangkan oleh Jokowi. Ini bukti umat Islam Indonesia tidak kompak!”

Cholil menghimbau agar negara-negara Islam berani tegas, misalkan memutuskan hubungan diplomatik dengan Prancis, stop ekspor daging dari negara Prancis dan negara yang membela Charlei Hedbo diberi fatwa dilarang membeli produk dari negara yang menghina Nabi Muhammad SAW. Baca juga: OKI akan Gugat Charlie Hebdo
Namun demikian, lagi-lagi Cholil mengingatkan bahwa negara Islam dan umatnya harus kompak dan bersatu. “Kekuatan harus dibarengi kekompakan dan iman. Kalau nggak begitu ya berabe, seperti Pilpres yang dimenangkan oleh Jokowi. Ini bukti umat Islam Indonesia tidak kompak,” pungkasnya.

Posting Komentar

0 Komentar