Karya: SYAHRIL MAPPATABE'
DEI 4, rumah adat takalar,
sebuah cerita tentang pencarian kader baru, sudut lain dari cara
mahasiswa mendulang ilmu, cerita pengkaderan yang sebenarnya lebih cocok
menjadi cerita mistis, forum ilmu yang seharusnya dihadiri oleh ribuan
malaikat, untuk turut meramaikan majelis, tapi justru dikerumuni oleh
jin-jin penjaga rumah adat, yang terjadi karena sedikit kecerobohan dari
salah satu peserta, membuat beberapa jin salah faham, merasa diganggu
tempatnya. Kenangan itu masih terekam jelas, dibenakku dan dibenak
mereka, pikirku hanya orang bodoh yang berniat melupakannya.
Waktu tak hentinya menuntut, membuka cerita baru, membuat proses terus berlanjut, kajian-kajian, pelajaran demi pelajaran, hingga tiba waktunya, mengharuskan kami turut andil, mengambil sebuah tanggung jawab, berkomitmen untuk bekerja, untuk keberlangsungan hidupnya organisasi, yang membuat suka duka semakin panjang, lebih lama terasa, mebuat waktu gagap berjalan, seakan salah satu jarum jamnya pincang.
Kerja keras tanpa untung, walau sepeser pun, amanah yang sesekali membuat batin merana, kepala pusing kurang tidur, badan remuk bolak-balik mengantar surat, proposal, mata memerah karena menahan kantuk yang menusuk, dan bahkan membuat penyakit kambuh, karna melanggar saran dokter, “jangan sampai kecapean yahh...” saran ini bahkan tidak lagi dihiraukan ketika ada panggilan kerja.
Tetesan keringat bahkan tak cukup menghiasinya, derai tangis bercucuran tidak hanya sesekali, belum lagi rasa jenuh yang kerap kali menggangu, menggoda loyalitas kepada organisasi runtuh, ditambah lagi keegoisan kader, masing-masing berpendapat, masing-masing ingin didengar, ingin dipatuhi, mengundang perdebatan, yang akhirnya harus mengorbankan persahabatan, membuat pertemanan putus nyambung, yang menjadikan suasana hati semakin gundah gulana, ingin lari dari kenyataan.
Hanya yang kuat hati dapat bertahan, yakin bahwa janji tuhan itu pasti, beban yang semakin berat, pundak yang semakin rapuh, namun segala tugas harus tetap dilalui, walau dengan segenap kekuatan hati, seperih apapun itu, berkorban, mengesampingkan hasrat pribadi, dan kadang mengikuti apa yang kita benci karena persoalan kesepakatan forum.
Berpegang teguh pada janji, berusah bertahan disituasi apapun, karena ikatan ikrar pelantikan, yang LPJ-nya bukan hanya dihadapan manusia, tapi dihadapan tuhan juga nantinya, sebenarnya tidak semuanya sedih, hanya terendap dibalik senyum, tapi itulan yang terasa, bahkan paling terasa, membuat kami lebih cinta dengan organisasi ini, lebih cinta dengan organisasi ini, sekali lagi, lebih cinta dengan organisasi ini, membuat semua noda, hilang tersiram oleh air lupa, biar waktu menjadi obat.
SEKIAN
Samata, 10 Januari 2015
Waktu tak hentinya menuntut, membuka cerita baru, membuat proses terus berlanjut, kajian-kajian, pelajaran demi pelajaran, hingga tiba waktunya, mengharuskan kami turut andil, mengambil sebuah tanggung jawab, berkomitmen untuk bekerja, untuk keberlangsungan hidupnya organisasi, yang membuat suka duka semakin panjang, lebih lama terasa, mebuat waktu gagap berjalan, seakan salah satu jarum jamnya pincang.
Kerja keras tanpa untung, walau sepeser pun, amanah yang sesekali membuat batin merana, kepala pusing kurang tidur, badan remuk bolak-balik mengantar surat, proposal, mata memerah karena menahan kantuk yang menusuk, dan bahkan membuat penyakit kambuh, karna melanggar saran dokter, “jangan sampai kecapean yahh...” saran ini bahkan tidak lagi dihiraukan ketika ada panggilan kerja.
Tetesan keringat bahkan tak cukup menghiasinya, derai tangis bercucuran tidak hanya sesekali, belum lagi rasa jenuh yang kerap kali menggangu, menggoda loyalitas kepada organisasi runtuh, ditambah lagi keegoisan kader, masing-masing berpendapat, masing-masing ingin didengar, ingin dipatuhi, mengundang perdebatan, yang akhirnya harus mengorbankan persahabatan, membuat pertemanan putus nyambung, yang menjadikan suasana hati semakin gundah gulana, ingin lari dari kenyataan.
Hanya yang kuat hati dapat bertahan, yakin bahwa janji tuhan itu pasti, beban yang semakin berat, pundak yang semakin rapuh, namun segala tugas harus tetap dilalui, walau dengan segenap kekuatan hati, seperih apapun itu, berkorban, mengesampingkan hasrat pribadi, dan kadang mengikuti apa yang kita benci karena persoalan kesepakatan forum.
Berpegang teguh pada janji, berusah bertahan disituasi apapun, karena ikatan ikrar pelantikan, yang LPJ-nya bukan hanya dihadapan manusia, tapi dihadapan tuhan juga nantinya, sebenarnya tidak semuanya sedih, hanya terendap dibalik senyum, tapi itulan yang terasa, bahkan paling terasa, membuat kami lebih cinta dengan organisasi ini, lebih cinta dengan organisasi ini, sekali lagi, lebih cinta dengan organisasi ini, membuat semua noda, hilang tersiram oleh air lupa, biar waktu menjadi obat.
SEKIAN
Samata, 10 Januari 2015
0 Komentar