By. Kader
Muktamar – sebuah kata beken dalam pertemuan seluruh kader setiap tahunnya. Tak memiliki perlehatan besar dalam tampuk pergantian pemimpin FORKEIS. Muktamar bisa kita maknai seperti yang ada dalam kamus bahasa Indonesia; kongres, perundingan/musyawarah, konfrensi, rapat ataupun pertemuan atau bahkan pemilu.
Organisasi aneh, namun tidak merepotkan kadernya. Direktur dimisioner memikirkan siapa pemimpin selanjutnya begitupun Majelis Syuro’ Organisasi Sejajaran, bahkan alumni yang berperan di dalamnya. Barangkali khawatir kedepannya tentang eksistensi dan keorginalitasan organisasi tersebut memudar. Sehingga pembicaraan tertinggi pun terlaksana dengan sistematisnya. Muktamar FORKEIS berlangsung dengan cara musyawarah tidak pemilihan voting. Memang mayoritas kader FORKEIS tidak begitu tertarik dalam perdebatan masalah ini-biarlah kegiatan histeria politik lebih ditonjolkan demi kepentingan bersama dan sesaat yang tidak menghilangkan batas rasional kecintaan dan kepeduliaan.
FOCEL (Forkeis Celebration) - sebuah kata keren dalam kegiatan bernuansa rahim seluruh kader setiap tahunnya. Tak memiliki niat meyimpang dalam kegiatan itu, namun sifatnya hanya dakwah. FOCEL bisa kita maknai seperti halnya organisasi lain; milad, harla, dan ulang tahun organisasi. FOCEL berlangsung lebih satu hari, dengan beberapa rangkaian kegiatan di dalamnya, guna memperingati atau rasa syukur setiap tahunnya. Bisa jadi FOCEL ini melakukan hal yang luar biasa demi mepertahankan eksistensinya. Biarlah keorginalitasan organisasi ini terbukti dalam FOCEL setiap tahunnya. Pesimistik yang terlintas hanya sekedar lewat karena semangat besar. Tidak perlu berdebat tentang FOCEL ini, timbulkan saja rasa cinta terhadapnya, demi mewujudkan "semangat juang kita". (BUKAN ORASI)
Surat Untuk Family (ku):
“Apa guna sekolah-sekolah didirikan kalau toh tak dapat mengajarkan mana hak mana tidak, mana benar mana tidak” (Pramoedya Ananta Toer). Anggap saja kata bung Pramoedya itu kata “sekolah” diganti dengan kata “forum”, menyesuaikan dengan payung kita. Mungkin saudara-saudara ku sekalian lebih paham dan sederhana.
Untukmu Family (ku):
Mahasiswa dalam sejarahnya selalu dikenal dengan kaum intelekltual, kaum yang terlahir dari pergulatan wacana, sebab dia merupakan kaum elit dari angkatan muda. Mahasiswa tak jarang mendapat sebutan agen perubahan maupun agen pengontrol terhadap segala hal baik struktur masyarakat, politik, budaya maupun politik.
Aku tahu kalau usia organisasi kita yang sekarang ini merupakan usia peralihan dari masa balita ke masa anak-anak yang menuntut kita untuk bersikap lebih aktif mengajarkan dia kebaikan dan mengenalkan berbagai hal baru disekelilingnya, karena dia tumbuh di zaman sedang rumit. Kita dituntut untuk terus tidak menghilangkan keagamaannya, karena itu fitrah hidup yang harus kita tapaki bersama. Perjalanan hidup akan terus mendewasakan kita dalam segala hal termasuk impian dan bangunan masa depan yang akan kita bangun. Kita pasti akan berkata “aku akan membangun surga masa depan organisasi(ku) dengan tangan dan usahaku sendiri”. Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah yang sudah kita kerjakan sekarang dan apa saja yang akan kita lakukan untun membangun surga organisasi kita di masa depan?
Semuanya kembali pada kita semua, kader yang pernah bernaung di FORKEIS. Peduli atau tidak bergantung pada diri dan getaran iman yang ada di dalam hati. Aku tidak bisa memaksa kalian untuk berbagi dengan satu sama lain sebab itu adalah hakmu. Bukankah organisasi sudah selayaknya melahirkan para kaum yang tercerahkan, para inteletual yang mempunyai kesadaran sosial. Kadang aku sangat iri terhadap Che Guevara yang dengan berani meninggalkan kemapanan yang dimiliki bahkan ia tinggalkan pendidikan dokternya yang telah ia keluti demi keberpihakan terhadap mereka yang tertindas. Ia berani meninggalkan sang kekasih kemudian ia bergabung dalam sebuah “GERAKAN” sehingga sejarah mencatat dirinya sebagai seseorang yang bukan pengecut!
“Aku tahu aku mencintaimu dan sangat mencintaimu, tapi aku tak bisa mengorbankan kebebasanku untukmu sebab ini akan mengorbankan diriku dan aku adalah hal penting di dunia ini seperti yang aku katakan padamu” (Surat Che Guvara untuk kekasihnya: Chichina)
Aku tak bisa memaksa iman kalian untuk dapat berdiri bersama dalam sebuah perjuangan untuk ekonomi Indonesia. walaupun kita kecil bahkan tidak ada seperempatnya dalam sebuah perjuangan, namun kenapa tidak kita mencoba dari hal kecil, percayakah engkau ketika pohon menguatkan akarnya dan besar hanya tertiup angin namun kuat karena pondasinya (akar) kuat?
Dahulu Abu Dzar mampu hidup dalam sebuah kesederhanaan meski harus melawan kekuasaan khalifah yang saat itu sedang terlelap dengan kehidupan dunia materi yang begitu menyilaukan sehingga mengakibatkan dia diasingkan dan meninggal dalam kesunyian, persis yang pernah diramalkan oleh Nabi. Sepertinya para hamba Tuhan yang mempunyai keimanan revolusioner memang harus diasingkan. Adam harus keluar dari surga sehingga mengerti bahwa kehidupan adalah sebuah kegetiran, Ibrahim harus diasingkan dengan dibakar sehingga diperlihatkan kekuasaan sang Tuhan, Sarah (istri Ibrahim) harus diasingkan ke tanah yang begitu gersang sehingga melahirkan keturunan terbaik, Muhammad harus diasingkan (pemboikotan ekonomi) ehingga mampu mengajarkan umatnya janga mudah menyerah dengan kebenaran Islam, Soekarno harus diasingkan untuk memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini, Tan Malaka harus diasingkan bahkan saat ini jasadnya tidak jelas berada di mana, begitupula dengan Sjahrir, Hatta, Ali Syariati, Khoemeini dan sebagian besar orang-orang yang mempunyai jiwa dan iman keberpihakan harus mengalami pengasingan.
“Akan datang suatu zaman atas manusia. perut mereka menjadi Tuhan-Tuhan mereka, perempuan-perempuan menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikitpun kecuali namanya saja. Tidak tersisa islam sedikitpun kecuali pelajarannya saja. Masjid- masjid mereka makmur dan damai akan tatapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk dipermukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana (al-bala) kekejaman para penguasa, kekeringan massa dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan.” (Kanjeng Nabi Muhammad)
Sangat menyakitkan ketika semburan seperti lumpur, bahwa kesalahan manusia sangat jelas dianggap bencana alam, sungguh memilukan saat orang miskin hanya dijadikan komoditas partai politik untuk mendoplang suara, sungguh sangat memprihatinkan saat kaum miskin diajarkan tidak produktif malah di ajar untuk meminta. Semua itu hanya untuk mendapatkan uang 300.000 dengan mengorbankan nyawa dan ternyata uang tersebut hasil hutang.
Semua tahu, agama yang kita yakini tidak pernah mengajarkan tentang sikap balik arah. Justru menjadikan diri sebagai manusia paling dicela sepanjang masa. Persoalan negri kali ini bukan hanya tanggung jawab orang yang hidup dalam gerakan, ikatan bahkan forum komunitas, sedang disisi lain kehidupan glamor jauh begitu menggoda dengan jutaan pengikut. Melainkan ini persoalan kita semua.
Lantas apa yang harus kita semua perbuat?
Apakah kita mau diasingkan seperti yang dialami orang-orang revolusioner diatas. Jawabannya tidak segampang itu. Mereka mempunyai keberanian dan maqom keimanan yang berbeda dengan kita dan kita pun juga hidup dengan zaman yang berbeda dengan mereka. Yang harus kita lakukan adalah belajar mensformasikan segala hal yang kita dapat selama belajar kepada masyarakat. Ajarkan mereka yang masih buta huruf, jumpailah mereka yang hidup di jalanan kemudian jadikan mereka sebagai manusia produktif, ingatkan para penguasa (qum fa’andzir) yang telah lalai dengan kewajibannya sehingga menyebabkan si miskin jatuh pada kesengsaraan yang begitu dalam, ambillah dan perjuangkanlah hak mereka yang dirampas. Jangan pernah berhenti berjuang sebelum sistem ekonomi dunia berubah menjadi sistem ekonomi yang memanusiakan manusia. Itu lebih baik dari pada kita hanya sekedar tidur dan merenung dalam kos.
Ingatlah kuliah kita hanya mengajarkan ruwetnya rumus, absensi kehadiran 75%, tidak bisa mengukur tingkat kemiskinan hanya dengan angka-angka. Memperdebatkan ayat suci tanpa keimanan dan pengamalan sampai kapanpun tak akan pernah mengasah diri menjadi manusia yang berpihak dan tak akan pernah memperlihatkan dengan “angkuh” tentang kebenaran. Itulah pengasingan yang seharusnya kita lakukan meninggalkan budaya mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah pulang-kuliah pulang), move on lah dari budaya itu kemudian hidup dalam “dunia gerakan, masuk dalam forum kami berjuang untuk Indonesia” yang semakin mendekatkan diri dengan mereka yang harus dibela haknya. Kelak kita akan tahu kanapa kita harus berbuat seperti ini—Kami tunggu kedatanganmu dalam dunia gerakan.
**rehat sejenak
Hampir semua gerakan mahasiswa saat ini mengalami kelesuan dalam berjuang. Sibuk dengan masalah internal dan tak bisa memberi pola gerakan baru yang melahirkan solusi. Karenanya, tidak begitu menarik untuk sebagian kalangan mahasiswa dan atau dengan kadernya sendiri yang lebih memilih untuk berjalan sendiri—tanpa identitas organisasi. Barangkali inilah proses yang harus dilalui untuk menuju kedewasan gerakan pasca reformasi dan di era posmo.
Harapan kedepan pola gerakan tidaknya hanya memberikan mimpi kosong dan angin surga. Segala bentuk yang semu harus bisa diraba agar kesangsian dan kegalauan akan masa depan bisa dihadapi dengan cara yang optimis—baik organisasi atau pun mereka yang mengatakan diri sebagai kader.
**bugar
Sosok kaum intelektual nampaknya harus kita berikan indikator secara lebih jelas. Jika kaum intelektual dalam karyanya diberi indikator menulis. Maka, tidak ada jalan lain saat atau pasca Muktamar harus digalakkan program membaca dan menulis dari segala lini—apapun itu bentuknya. Hanya tulisan yang bisa menjelaskan tentang sejarah organisasi atau pun kadernya. Pada akhirnya, jika kita tidak bisa menulis maka jangan pernah menyalahkan kader masa depan tak mengerti apa maksud dan tujuan organisasi ini. Kita semua tahu, bahwa Muktamar FORKEIS tidak cenderung politis, karena bentuknya sekedar musyawarah; namun demikian jangan lupa menulis diri organisasinya sendiri.
Berbahagialah engkau wahai saudara-saudara ku yang telah terpilih dalam majelis Muktamar. Tetesan air mata itu memaksa dan merupakan amanah juang dalam sebuah gerakan. KSEI FORKEIS, gerakan dakwah ekonomi syariah tidak memiliki apa-apa, tapi dia akan berkembang dan menjadi besar karena amanah yang kita emban mampu kita wujudkan dengan elok dan bervariasi dalam ikatan dakwah. Tidak perlu ada kata pesimis dan keraguan, dalam majelis Muktamar puluhan orang yang akan membantu mengemban amanahmu.
Inilah kado dari salah satu kader kurang kerjaan.
0 Komentar