EKONOMI SYARIAH :KEADILAN SEMBUHKAN EKONOMI DUNIA

Tidak seperti system ekonomi sosialis yang menonjolkan prinsip “sama rata sama rasa” atau system ekonomi kapitalis yang hanya memberikan super power bagi mereka yang memiliki banyak modal (capital), system ekonomi syari’ah lahir mengedepankan konsep keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemikiran kolot yang membuat kita memiliki persepsi bahwa adil itu sama rata sebaiknya kita buang jauh-jauh. Adil tentu bukan berarti sama rata, adil bukan berarti membagi sesuatu dengan porsi yang sama. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai porsinya (proporsional)

               Albert Einstein menulis bahwa“Everyone is a genius. But if you judge a fish by it’s ability to climb a tree, 

it will live it’s whole life believing that it is stupid” Setiap orang itu jenius, tetapi jika Anda menilai seekor 

ikan dengan kemampuannya untuk memanjat pohon, ia akan menjalani seluruh kehidupannya dengan percaya 

bahwa dia bodoh. Adilkah bila kita menyamakan seekor ikan yang mampu berenang dengan monyet yang memiliki 

kemampuan untuk memanjat pohon? Kita akan sangat tidak adil bila berpikiran bahwa kepintaran seekor ikan

 dinilai dari kemampuannya memanjat pohon karena seekor ikan memiliki kapasitasnya sendiri. Maka jelaslah 

bahwa adil bukan berarti sama rata sebab adil selalu berbicara tentang kemampuan dan kapasitas yang notabene berbeda-beda.

Ekonomi syari’ah merupakan system ekonomi yang mengedepankan prinsip keadilan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis. Dalam islam, sangat tegas dijelaskan bahwa umat islam harus menegakkan keadilan dan menghapus kedzaliman. Sedangkan saat ini dunia tengah mengalami satu penyakit membahayakan dalam perekonomian, yaitu keinginan individualistis untuk memperkaya diri sendiri.

Lantas dimanakah letak keadilan dalam ekonomi syari’ah yang bisa menjadi obat untuk penyakit tersebut?

Ada beberapa hal yang dibahas dalam konsep keadilan dalam ekonomi syari’ah antara lain, pemenuhan kebutuhan pokok (sumber–sumber daya) harus dimanfaatkan sesuai kebutuhan dalam masyarakat dengan merata dan sesuai kebutuhan masing-masing. Dalam hal ini masyarakat tidak boleh bersikap boros (mubazir). Serta keadilan distribusi pendapatan yang tidak membenarkan perbedaan kekayaan yang melampaui batas kewajaran serta mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar. Keadilan ini bertujuan agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyarakat, tetapi selalu beredar dalam masyarakat, sehingga laju pertumbuhan ekonomi akan lebih optimal.

Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah Al-Hasyr Ayat 7 “…Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antarakamu…”

Dengan adanya ekonomi syari’ah yang berkeadilan, setiap orang tidak hanya sibuk untuk memperkaya diri sendiri dan kekayaan tidak menumpuk hanya pada lapisan masyarakat tertentu saja. Hal ini juga tercermin dari salah satu filantropi islam yaitu zakat. Zakat merupakan sarana pemerataan distribusi kekayaan dalam islam yang dapat meminimalisir ketimpangan perekonomian masyarakat, mengentaskan kemiskinan, dan meminimalisir pengangguran yang mungkin menimbulkan keresahan dalam masyarakat sehingga terwujudlah masyarakat yang tentram, makmur dan sejahtera. “yang berlebih membantu yang kekurangan sehingga sama-sama berkecukupan” seperti itulah seharusnya kata adil dan tolong menolong diterjemahkan.

Sebagai penutup, mulailah untuk bermuamalah dengan baik, dengan adil. Jangan mengambil hak orang lain dan jangan pula rela diambil haknya oleh orang lain. Lakukanlah mulai dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Saya mengutip perkataan salah satu praktisi ekonomi syari’ah di Indonesia “Mari untuk tidak mengutuk gelap, mari nyalakan cahaya walau hanya sekedar lilin” –Ahmad IfhamShalihin-

Alaikumurrahmah Wassa’adah, Ekonom Rabbani, Bisa!!!

Penulis: Nurhalisah Husain (Dept. Kajian dan Riset)