Potensi Cash Waqf Sebagai Alternatif Solusi Pendanaan Ekonomi Hijau di Indonesia by Tim I Green Economy

 The Power of Waqf - Wakaf Salman

Pendahuluan

            Permasalahan lingkungan hidup menjadi persoalan yang terus terjadi secara kontinu. Interaksi antara manusia dan lingkungan yang berkesinambungan membuat kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Wakaf uang merupakan salah satu instrumen yang berpotensi dalam membantu permasalahan pendanaan dalam penerapan ekonomi hijau di Indonesia.

            Transformasi perekonomian Indonesia menjadi green economy merupakan salah satu opsi strategis untuk mengeluarkan indonesia dari “middle income trap”. Tentunya, green economy akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat serta tetap menjaga eksistensi lingkungan. Namun, masih sangat banyak tantangan yang harus dihadapi dan memerlukan kolaborasi solid antar seluruh stakeholders. Salah satu permasalahan utama dalam mewujudkan ekonomi hijau adalah besarnya investasi yang dibutuhkan. Diperkirakan biaya membangun infrastruktur green economy Indonesia sampai tahun 2030 mencapai Rp. 3.799 Triliun, angka tersebut masih sulit direalisasikan jika melihat investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) beberapa tahun terakhir tidak mencapai target.

            Alternatif pendanaan yang dapat dioptimalkan dengan baik serta memiliki potensi pengembangan yang sangat besar adalah cash waqf. Istilah wakaf tunai awalnya dipopulerkan oleh A. Mannan dengan mendirikan sebuah badan bernama Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh. Lembaga tersebut memperkenalkan produk yang disebut sertifikat wakaf tunai (cash waqf certificate), yang menjadi terobosan pertama dalam sejarah perbankan (Aziz, 2017). Di Indonesia aturan tentang pengelolaan wakaf diatur dalam undang-undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf. Keberadaan Undang-Undang Wakaf ini menjadi salah satu faktor pendukung dan penguat kebijakan pengembangan wakaf di Indonesia (Hayati & Soemitra, 2022). Adapun gerakan wakaf untuk ekonomi hijau pertama kali dicetuskan oleh Muhaimin Iqbal, ide tersebut muncul disebabkan oleh adanya lahan kritis dan sangat kritis sebanyak 14 juta hektare yang tersebar di tiga provinsi dan tidak dimanfaatkan, akan sulit memulihkan lahan terbengkalai sebesar itu karena tidak bernilai komersial. Maka skema yang dinilai memungkinkan untuk diterapkan segera yaitu pendayagunaan melalui skema wakaf dengan menanam tumbuhan yang bernilai ekonomis dan ramah lingkungan (Putri & Burhan, 2023).

Pembahasan

            Potensi wakaf tunai di Indonesia sangat besar. Berdasarkan Indeks Wakaf Nasional 2022, potensi sektor wakaf di Indonesia, terutama wakaf uang diperkirakan dapat mencapai angka 180 Triliun per tahunnya. Hal ini tentunya didukung oleh fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk jumlah muslim terbesar ke-2 di Dunia. Tidak hanya itu, yang Indonesia juga merupakan negara yang selalu mendapatkan peringkat pertama dalam hal kedermawanan berdasarkan World Giving Index. Oleh karena itu, wakaf uang dapat dioptimalisasi untuk penyediaan sarana dan prasarana hijau, pemberdayaan industri ramah lingkungan, pembiayaan berkelanjutan, pembangunan rendah karbon dan opsi lainnya terkait penerapan ekonomi hijau. Tentunya, cash waqf diharapkan dapat membantu penerapan ekonomi hijau. Sehingga dapat tercipta kesejahteraan manusia disertai dengan pengurangan ketimpangan, tanpa memaparkan generasi mendatang pada risiko lingkungan yang signifikan dan defisit lingkungan

Kasus

            Pendanaan dalam implementasi ekonomi hijau di Indonesia menjadi tantangan besar yang memerlukan solusi inovatif. Transformasi menuju ekonomi hijau membutuhkan investasi yang sangat besar, dengan estimasi mencapai Rp 3.799 triliun hingga 2030 (Kementerian PPN/Bappenas, 2021). Meski begitu, realisasi pendanaan untuk sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) beberapa tahun terakhir menunjukkan capaian yang jauh dari target, menimbulkan kekhawatiran atas kelangsungan implementasi strategi ini. Di sisi lain, keberadaan lahan kritis seluas 14 juta hektare, yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, menunjukkan perlunya pendekatan yang holistik untuk meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan.

            Potensi wakaf tunai (cash waqf) sebagai instrumen keuangan Islam yang inovatif dapat menjadi salah satu alternatif solusi untuk mendukung pembiayaan ekonomi hijau di Indonesia. Wakaf tunai memungkinkan dana yang terkumpul digunakan untuk proyek-proyek ramah lingkungan, seperti rehabilitasi lahan kritis, pembangunan infrastruktur hijau, dan pemberdayaan masyarakat lokal melalui inisiatif ekonomi berkelanjutan. Gagasan ini pernah dipopulerkan oleh Muhaimin Iqbal, yang memperkenalkan pemanfaatan lahan kritis dengan menanam tumbuhan bernilai ekonomis dan ramah lingkungan melalui skema wakaf (Putri & Burhan, 2023).

            Berdasarkan data dari Indeks Wakaf Nasional 2022, potensi wakaf tunai di Indonesia mencapai Rp 180 triliun per tahun. Angka ini mencerminkan kapasitas besar Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar kedua di dunia. Ditambah lagi, Indonesia secara konsisten berada di peringkat pertama dalam hal kedermawanan menurut World Giving Index. Namun, optimalisasi potensi wakaf tunai masih menghadapi beberapa hambatan, termasuk rendahnya literasi keuangan syariah di masyarakat, kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana wakaf, dan kurangnya inovasi dalam pemanfaatan dana tersebut untuk proyek-proyek berorientasi keberlanjutan.

            Sebagai contoh, penggunaan wakaf tunai untuk rehabilitasi lahan kritis dapat diimplementasikan dengan menanam pohon penghasil kayu atau buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti jati, durian, atau mangga. Model ini tidak hanya memberikan manfaat lingkungan melalui penghijauan tetapi juga menciptakan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat setempat. Selain itu, skema wakaf tunai juga dapat digunakan untuk mendanai pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, seperti instalasi pembangkit listrik tenaga surya atau pengelolaan sampah berbasis teknologi modern. Dengan demikian, wakaf tunai memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator dalam transisi ekonomi hijau di Indonesia.

            Namun, keberhasilan implementasi skema ini membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, lembaga filantropi, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat. Kebijakan yang mendukung, seperti insentif pajak bagi donatur wakaf atau regulasi yang menjamin transparansi pengelolaan dana, perlu diterapkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan partisipasi aktif dalam program wakaf tunai. Sebagai tambahan, literasi mengenai wakaf tunai dan manfaatnya bagi ekonomi hijau perlu ditingkatkan melalui kampanye edukasi yang masif.

Kesimpulan

            Wakaf tunai memiliki potensi besar sebagai alternatif solusi pendanaan dalam implementasi ekonomi hijau di Indonesia. Dengan potensi yang mencapai Rp 180 triliun per tahun, instrumen ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung berbagai proyek ramah lingkungan, termasuk rehabilitasi lahan kritis, pembangunan infrastruktur hijau, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Keberhasilan implementasi skema wakaf tunai membutuhkan sinergi antara pemerintah, lembaga filantropi, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat. Selain itu, diperlukan regulasi yang mendukung, transparansi dalam pengelolaan dana, serta edukasi yang masif untuk meningkatkan literasi masyarakat mengenai pentingnya wakaf tunai dalam mendukung ekonomi hijau.

            Transformasi ekonomi hijau melalui wakaf tunai tidak hanya berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial dan lingkungan tetapi juga dapat membantu Indonesia keluar dari jebakan "middle income trap". Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk berkomitmen dalam mengoptimalkan potensi wakaf tunai sebagai solusi inovatif untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

    Selain itu, instrumen wakaf tunai mampu menciptakan model pembangunan berbasis komunitas yang inklusif, di mana masyarakat menjadi bagian aktif dari solusi keberlanjutan. Penerapan wakaf tunai juga dapat mendorong tumbuhnya inovasi dalam pengelolaan dana filantropi Islam untuk menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas. Untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitasnya, strategi ini perlu disertai dengan pengawasan yang baik serta pelaporan yang transparan, sehingga dapat terus menarik kepercayaan dan partisipasi masyarakat.

            Dengan demikian, wakaf tunai bukan hanya sekadar instrumen keuangan Islam, tetapi juga solusi strategis yang dapat memperkuat komitmen Indonesia terhadap pembangunan ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan.

 Penulis: Ali Mu'min, Alfian Meiladi



Posting Komentar

0 Komentar