Alternatif Perekonomian Indonesia: Ekonomi dan Keuangan Syariah



Penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekitar 85 persen di antaranya adalah pemeluk agama Islam. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, terutama dalam mendukung pendanaan prioritas pembangunan, seperti proyek infrastruktur, pendidikan, dan pertanian. Pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia adalah yang terbanyak di dunia, hal ini dapat dilihat dari jumlah lembaga keuangan syariah di Indonesia yang mencapai  5000 institusi yang terdiri atas 34 Bank Syariah, 58 asuransi syariah, 7 Modal Ventura Syariah, 163 Bank Perkreditan Rakyat syariah, 4500-5500 Koperasi Syariah atau Baitul Maal wat Tamwil, dan satu institusi pegadaian syariah. Indonesia juga telah mencetak nasabah ritel terbesar dalam suatu pasar tunggal dengan total lebih dari 23 juta  rekening, menerbitkan sukuk ritel, dan menciptakan Shariah Online Trading System pertama di dunia. Meski demikian, secara keseluruhan perkembangan keuangan syariah di Indonesia belum sesuai dengan harapan. Hal tersebut terlihat dari pangsa pasar keuangan syariah Indonesia yang masih relatif kecil, yaitu hanya mencapai 5,3 persen terhadap industri perbankan nasional di 2016. Capaian tersebut berada jauh di bawah negara-negara lainnya seperti Arab Saudi yang mencapai 51,1 persen, Malaysia 23,8 persen, dan Uni Emirat Arab 19,6 persen.

Gerakan konkrit yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dengan  membentuk secara resmi Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) pada tanggal 27 juli 2017. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah sebagai acuan KNKS. Komite ini dipimpin langsung oleh Presiden RI dan Wakil Presiden RI, kemudian ada Dewan Pengarah yang beranggotakan sepuluh pimpinan dari unsur pemerintahan dan otoritas terkait, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Tugas-tugas komite selanjutnya dilaksanakan oleh manajemen eksekutif.

KNKS memiliki tugas untuk mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan. KNKS sebagai wadah koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi arah kebijakan para regulator, pemerintah, dan industri keuangan syariah untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang selaras dan progresif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

KNKS akan menjalankan masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (Masterplan AKSI) yang telah dikeluarkan oleh BAPPENNAS. Masterplan AKSI berisi kajian dan rekomendasi strategi untuk memperbaiki industri keuangan syariah di bidang perbankan, pasar modal, lembaga keuangan non-bank, dan dana sosial keagamaan yang meliputi dana haji, zakat, dan wakaf. Perbaikan tersebut menyangkut permodalan, sumber daya manusia, tata kelola, perlindungan konsumen, teknologi informasi, sosialisasi dan sistem jaring pengaman. 
Meski demikian, sampai saat ini KNKS belum berjalan karena Manajemen eksekutif belum terbentuk. Manajemen eksekutif yang terdiri dari Direktur eksekutif, Sekretariat, dan unit-unit kerja, nantinya memiliki tugas melaksanakan arah kebijakan dan program strategi nasional serta kegiatan bidang keuangan syariah yang dirumuskan oleh Dewan Pengarah. Menjadi harapan bersama agar secepatnya manajemen eksekutif  KNKS terbentuk dan diisi oleh orang-orang profesional yang sudah memiliki pengalaman dan paham ekonomi dan keuangan syariah.


Penulis:
Suwandial
(Anggota Departemen Kajian & Riset FORKEIS per. 2017-2018 dan Deputi Pendidikan GenBI Komisariat UIN Alauddin Makassar)

Posting Komentar

0 Komentar