script> var linkMagzSetting = { menuSticky : true, relatedPosts : true, jumlahRelatedPosts: 4, relatedPostsThumb: true, infiniteScrollNav : true, tombolDarkmode : true, scrollToTop : true, fullwidthImage : true, bacaJuga : true, jumlahBacaJuga : 3, judulBacaJuga : "Baca Juga", showHideTOC : true, judulTOC : "Daftar Isi", tombolPesanWA : true, judulPesanWA : "Pesan via WhatsApp", nomorWA : 6285729848098, teksPesanWA : "Halo admin. Saya mau pesan", };
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

JUAL-BELI GHARAR BY TIM FGD JUAL BELI

 


Pendahuluan

Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi jual beli yang benar menurut hukum Islam belum tentu semua orang muslim melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentutanketentuan yang di tetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).Di dalam al-Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber hukum Islam banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar menurut Islam. Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli. Sekarang ini lebih banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu tanpa berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Mereka cuma mencari keuntungan duniawi saja tanpa mengharapkan barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.

Atas dasar pemenuhan kebutuhan sehari –hari, maka terjadilah suatu kegiatan yang dinamakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad).Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulaisemenjak banga Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman.Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpundalam kehidupan bermasyarakat. Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar barang atau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua belah pihak sudah menyepakati perjanjian yang telah dibuat.

Indonesia mengakui enam agama yang berlaku, yaitu Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Para pemeluk agama, dilindungi dan dibebaskan dalam melakukan ibadahnya masing-masing sesuai dengan agama yang mereka anut. Hal ini sesuai dengan hak kebebasan beragama yang dijamin dalam pasal 29 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Sehingga beragam hokum agama juga berada di Indonesia. Namun, ada hukum yang mengatur jual beli di Indonesia adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain itu, terdapat juga peraturan- peraturan lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, seperti Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hukum ini bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan konsumen serta menciptakan ketertiban dalam transaksi jual beli.

Dari data Badan Pusat Statistik tahun 2020, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 270.203.917 jiwa, dengan rincian sebanyak 136.661.899 jiwa penduduk laki-laki dan 133.542.018 jiwa penduduk perempuan. Lebih dari setengah penduduk Indonesia adalah pemeluk agama islam, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Sehingga Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara mayoritas penduduknya muslim. Berdasarkan data Kemendagri, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 277,75 juta jiwa hingga akhir tahun 2022. Dari jumlah itu, 241,7 juta penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Sehingga, presentasi penduduk muslim sebanyak 86,7% dari penduduk agama lain di Indonesia.

Kita tahu bahwa Indonesia dengan gelarnya negara muslim terbesar di Indonesia, segala keunikan dan ciri khasnya menjadi landasan bermuamalah dengan menggunakan prinsip ekonomi islam, agar penerapkan ekonomi Islam diharapkan dapat menciptakan suatu sistem ekonomi yang lebih adil, berkelanjutan, dan beretika, yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat.

 Pembahasan :

Dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi, Rasulullah SAW bersabda:

Dari Hurairah RA. Rasulullah SAW mencegah dari jual beli melempar kerikil dan jual beli garar (H.R. Muslim) (Muslim,t.th : 156-157).

Gharar adalah istilah dalam bahasa Arab yang merujuk pada unsur ketidakpastian, risiko, atau spekulasi dalam sebuah transaksi. Istilah ini seringkali muncul dalam konteks jual beli atau transaksi ekonomi, khususnya dalam hukum Islam. Gharar dianggap sebagai suatu bentuk perilaku atau situasi yang dapat menimbulkan keraguan atau ketidakpastian terkait dengan suatu kesepakatan.

Dalam transaksi bisnis, gharar dapat muncul dalam beberapa bentuk, seperti ketidakpastian terkait dengan kualitas barang atau jasa yang diperdagangkan, ketidakjelasan terkait dengan harga yang disepakati, atau ketidakpastian terkait dengan kondisi-kondisi tertentu yang dapat memengaruhi kesepakatan tersebut. Misalnya, dalam jual beli, gharar dapat terjadi jika salah satu pihak tidak memiliki informasi yang memadai tentang barang yang dibeli atau jika terdapat unsur penipuan atau ketidakjelasan dalam kesepakatan harga.

Kasus :

Bank Indonesia (BI) mulai mengenakan biaya penggunaan QRIS bagi para merchant atau pedagang sebesar 0,3 persen sejak 1 Juli 2023. Namun, para pedagang dilarang membebankan tambahan biaya tersebut kepada konsumen. Hal ini sesuai pasal 52 ayat 1 PBI 23/6/PBI/2021 Tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), para pedagang sebagai Penyedia Barang dan/atau Jasa dilarang mengenakan biaya tambahan kepada Pengguna atas biaya yang dikenakan oleh

 PJP kepada Penyedia Barang dan/atau Jasa. Jadi, kasus biaya QRIS tidak boleh dibebankan kepada konsumen.

Namun beberapa kasus yang terjadi utamanya di kota Makassar, beberapa merchant/market/seller membebani biaya qris kepada konsumen. Seller mula- mula menjumlahkan semua belanja konsumen, setelah ditotalkan, seller membebani konsumen biaya 0,3% - 1% jika bertransaksi dengan cara non-tunai. Beberapa merchant juga tidak memberitahukan aturan berbelanja terlebih dahulu jika bertransaksi secara non-tunai, misalnya mematok minimal belanja Rp.100.000,00 jika ingin bertransaksi secara tunai. Akibatnya, konsumen yang tidak mengetahui hal tersebut seakan-akan dijebak wajib menambah nominal belanjaannya hingga melawati minimal transaksi secara non-tunai.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono sebelumnya menjelaskan, penetapan tarif ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran untuk masyarakat, khususnya untuk mengcover biaya yang timbul.

"Penyesuaian MDR untuk pedagang usaha mikro (UMI) yang terakhir ini juga dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada pedagang dan pengguna," kata Erwin kepada Tirto, Rabu (5/7/2023).

Dalam hal ini, lanjut Erwin pedagang tidak boleh sama sekali membebankan biaya MDR kepada masyarakat pengguna QRIS. Mengacu pada pasal 52 ayat 1 PBI 23/6/PBI/2021 Tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP): Penyedia Barang dan/atau Jasa dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada Pengguna Jasa atas biaya yang dikenakan oleh PJP kepada Penyedia Barang dan/atau Jasa.

Maka dari itu, jika terjadi kasus seperti diatas, konsumen berhak melaporkan seller yang membebani biaya transaksi kepada penyedia jasa pembayaran (PJP) Bank Indonesia dengan mengunjungi website https://www.bi.go.id.

Tinjauan Kasus menurut Islam

Dari kasus diatas menunjukkan terjadi ketidakjelasan pada saat transaksi jual-beli dilihat dari beberapa aspek

1. Penjual melanggar aturan pemerintah terkait MDR untuk pedagang usaha mikro

2. Penjual tidak melakukan transparansi aturan terkait penggunaan transaksi non-tunai jika berbelanja.

3. Beberapa penjual bahkan membebani pembeli biaya hingga 1% melebihi aturan MDR untuk pedagang usaha mikro yang hanya 3%.

Transaksi jual beli dengan ketidakpastian mirip seperti transaksi manipulasi. Transaksi ini tentunya bisa merusak akad. Apalagi ekonomi Islam telah mengatur tentang nilai keadilan agar tidak merugikan orang lain. Dampak transaksi gharar dalam jual beli adalah penzaliman kepada salah satu pihak yang melakukan transaksi. Oleh karena itu, syariah transaksi jual beli tidak terpenuhi karena adanya unsur ketidakpastian.

Menurut madzhab Syafi’i, transaksi jual beli dengan pertaruhan adalah sesuatu yang akibatnya tersembunyi dari pandangan. Selain itu, akibatnya akan memberikan sesuatu yang tidak kita harapkan sebelumnya.Dengan kata lain, transaksi jual beli berdasarkan ketidakpastian merupakan salah satu kegiatan yang bisa membawa akibat atau dampak merugikan pihak lain. Lalu, apa hukum transaksi gharar dalam agama Islam?

Terjemahan :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
 
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Terjemahan :

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dari kedua ayat di atas, dikatakan bahwa tidak boleh atau dilarang memakan dan mengambil harta orang lain dengan cara yang batil. Jika kita menghubungkan dengan kasus diatas, transaksi jual beli yang tidak adanya kejelasan harga, aturan dan biaya membuat proses transaksi menjadi tidak pasti. Hal ini tentu nantinya akan membingungkan pembeli dalam bertransaksi sehingga bisa saja merugikan.
Kesimpulan

Gharar menjadi salah satu hal penting dalam praktik bisnis yang perlu kita ketahui. Istilah yang sudah tidak asing lagi ini banyak kita temukan dalam ekonomi syariah karena erat kaitannya dengan transaksi jual beli. Beberapa hikmah jika kita sebagai umat islam memahami transaksi syariah diantaranya :
a) Bahwa jual beli (bisnis) dalam Islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong terhadap sesama, akan menumbuhkan berbagai pahala,
b) Berbisnis dengan jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan sebagai mana diajarkan dalam Islam akan selalu menjalin persahabatan kepada sesame manusia.
c) Bisnis dalam Islam merupakan cara untuk memberantas kemalasan, pengangguran dan pemerasan kepada orang lain,
 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an, 1999, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara penterjemeh / penafsiran al-Quran, Departemen Agama RI.
Haroen, Nasrun, 2000, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama Hosen, N. (2009). Analisis bentuk gharar dalam transaksi ekonomi.
Nur, E. R. (2017). Riba Dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum Dan Etika Dalam Transaksi Bisnis Modern. Al-'Adalah, 12(1), 647-662.
Shobirin, 2015, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, BISNIS, Vol. 3, No. 2
Redaktur CNBC Indonesia, 2023, Hati-hati Transaksi QRIS! Jangan Mau Kena Biaya Tambahan, CNBC Indonesia, (diakses pada 12/11/2023) https://www.cnbcindonesia.com/market/20230705113410-17-451487/hati- hati-transaksi-qris-jangan-mau-kena-biaya-tambahan
Desi Setowati, 2023, BI Akan Sanksi Fintech yang Tarik Biaya QRIS 0,3% Lebih ke Pedagang, Kata Data (diakses pada 12/11/2023) https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/64aed47fba8c9/bi-akan-sanksi- fintech-yang-tarik-biaya-qris-0-3-lebih-ke-pedagang?page=2
Laudia Tysara, 2023, Gharar adalah Transaksi Tidak Jelas yang Haram dalam Islam, Simak dari Contohnya, Liputan 6 (diakses pada 12/11/2023) https://www.liputan6.com/hot/read/5209721/gharar-adalah-transaksi-tidak- jelas-yang-haram-dalam-islam-simak-dari-contohnya?page=2
Reskia Ekasari, 2023, Mengenal Gharar dalam Jual Beli yang Hukumnya Dilarang dalam Agama Islam, Hotelier (diakses pada 12/11/2023) https://hotelier.id/muslim/gharar/


PENULIS
Fadal Khalid Akramullah
Dian Apdillah


Posting Komentar untuk "JUAL-BELI GHARAR BY TIM FGD JUAL BELI"